Curug Citambur, sebuah air terjun yang ketinggiannya kira-kira 100 meter di Desa Karang Jaya, Kec. Pagelaran, Cianjur
Selatan. Airnya sangat dingin dan tak ada yang berani bermandi di air
jatuhannya. Dipastikan badan akan terasa sakit sekali bila tertimpa air
jatuhan karena volumenya cukup besar, jauh lebih besar dan tinggi dari
Curug Cimahi di daerah Cisarua, Kab. Bandung.
Air terjun yang lokasinya selatan Ciwidey, Kab. Bandung, yang
jaraknya kira-kira 40 km itu, berpanorama indah. Sekitar curug selalu
diliputi kabut tipis dan suara air jatuhannya begitu keras dan sesekali
diselingi suara burung kutilang, seakan memperkaya simfoni suara alam
kawasan itu.
Berada di sana serasa di alam yang masih “perawan”, belum banyak
disentuh tangan manusia. Objek wisata itu masih eksotis. Ada dua versi,
kenapa curug itu bernama Citambur. Dargana, Ketua Badan Pertimbangan
Desa (BPD) Desa Karang Jaya menjelaskan, kata orang tua dulu, setiap air
terjun yang jatuh ke kolam berbunyi “bergedebum” seperti tambur.
Saat itu, mungkin volume air terjun jauh lebih besar dari sekarang
dan kolamnya cukup luas sehingga menimbulkan bunyi seperti alat musik
tabuh yang dipukul setiap air menimpa kolam. Seiring menyusutnya volume
air, bunyi itu tak terdengar lagi.
arah_curug_citambur.jpgVersi lain, curug tersebut dulu termasuk
wilayah Kerajaan Tanjung Anginan, yang rajanya bergelar Prabu Tanjung
Anginan. Pusat kerajaannya berada di Pasirkuda, yang kini termasuk Desa
Simpang dan Karang Jaya, Kec. Pagelaran. Dugaan pusat kekuasaan di sana
karena ada batu yang berbentuk kursi yang diyakini warga sebagai tempat
duduk raja. Sementara itu, nama Pasirkuda karena ada sebuah batu di
bukit (pasir dalam bahasa Sunda) yang berbentuk kuda.
Pada saat kerajaan berdiri, setiap raja mau mandi ke curug selalu
ditengarai dengan suara tambur, yang ditabuh para pengawal. Suara
berdebumnya alat musik tabuh itu terdengar cukup jauh sehingga warga
Pasirkuda menyebutnya Curug Citambur.
Namun, baik Dargana maupun Kepala Desa Karang Jaya, Kec. Pagelarang, Kab. Cianjur,
Dudih Rachmansyah tidak mengetahui, abad ke berapa Kerajaan Tanjung
Anginan berdiri. Dalam buku-buku sejarah yang ada pun tak dikenal
kerajaan tersebut. Mungkin, Kerajaan Tanjung Anginan sebuah legenda.
Hanya yang pasti, kata Dedih, di Curug Citambur sesekali ada yang
bertapa. Mereka sepertinya menganggap di curug itu ada kekuatan
supranatural.
MESKI Curug Citambur yang memesona belum diberdayakan secara optimal,
terlebih bisa ikut membantu menyejahterakan warga sekitar, tetapi
penduduk di sana berkeyakinan satu saat air terjun tersebut bisa
membebaskan warga dari lilitan kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar